Interview: Kikuo Ibe, Father of G-Shock yang Pantang Menyerah
Tahun ini brand jam tangan Casio G-Shock menginjak usianya yang ke 34 tahun. Usia yang tidak sebentar bagi sebuah brand yang dibangun berdasarkan formulasi jam tangan tahan banting, yang kala itu belum pernah ada. Karena saat itu semua jam pasti hancur ketika dibanting.
Penemunya adalah Kikuo Ibe, yang ketika itu adalah seorang staf departemen Research & Technologi Casio di Hamada, Jepang. Setelah lebih dari 2,5 tahun berjibaku melakukan riset – dan banyak mengalami kegagalan – pada tahun 1983 Casio meluncurkan G-Shock DW5000C sebagai jam tangan terkuat di dunia. Sejak itu, dominasi G-Shock sebagai jam tangan yang tahan segala kondisi, tidak terpatahkan.
Kikuo kini sudah pensiun dari Casio Computer Co. Ltd. Jepang. Namun pekerjaannya buat G-Shock belum berakhir. Karena pria berjulukan “Father of G-Shock” ini juga berperan sebagai duta besar bagi Casio G-Shock, dan berkeliling dunia untuk menyebarkan virus G-Shock. Dan beberapa waktu lalu saya sempat bertemu dan ngobrol dengannya.
Jamtangan.com (JT): Halo, Ibe San. Apa kabar?
Kikuo Ibe (KI): (Dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata) Baik-baik saja.
JT: Bagaimana kesan Ibe San tentang Indonesia?
KI: (Dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata) Saya suka Indonesia!
JT: Ibe San, bagaimana awal Anda menciptakan G-Shock?
KI: 36 tahun lalu, jam tangan kesayangan saya jatuh dan hancur berkeping-keping. Padahal jam itu diberikan oleh ayah saya.
JT: Anda tentu sedih?
KI: Betul. Tetapi waktu itu, jam tangan adalah alat presisi. Jadi pasti rusak kalau jatuh.
JT: Karena itu Ibe San mulai membuat G-Shock?
KI: Saat itu persaingan jam tangan adalah jam yang tertipis. Saya malah membuat jam tangan yang kuat dan tebal. Saya menguji jam tangan di tempat “rahasia”, yaitu di toilet divisi R and D (Divisi Research and Development – tempat Kikuo Ibe bekerja) di Hamura, Jepang. Jam tangan daya bungkus karet lalu saya jatuhkan dari toilet lantai tiga, yang kebetulan tingginya 10 meter.
JT: Bagaimana hasilnya?
KI: Tidak berhasil, dan jam tangan hancur berkeping-keping. Proses 2,5 tahun, dan hampir 300 unit jam tangan diterjunkan dari toilet. Untuk memberi semangat, saya sengaja naik turun tiga lantai menggunakan tangga! Baru berhasil ketika karetnya sebesar bola tenis. Itu terlalu besar. Oleh karenanya saya menyadari harus memulai ide baru lewat rancangan di atas kertas.
JT: Bagaimana sikap perusahaan terhadap kegagalan Ibe San?
KI: Dari perusahan nggak ada pressure. Tetapi saya tetapkan dalam hati, kalau gagal lagi dua tahun, maka saya akan mengundurkan diri. Lalu, pada suatu hari ketika beristirahat di taman, saya melihat seorang gadis kecil main bola. Saya lihat bola memantul, dan tiba-tiba jawabannya jelas. Dari situ saya mendapat ide jam tangan mengapung. Yaitu dengan struktur lima tahapan menyerap getaran, dan struktur mesin mengapung dengan kontak titik. Saya membuat lima tahap yang dapat menyerap guncangan, dan melindungi mesin. Itu memungkinkan ukuran total dari jam tangan dapat dikurangi secara signifikan.
JT: Dan terciptalah G-Shock…
KI: Belum. Karena masalah baru muncul, yaitu bagian elektronika dari mesin itu sendiri yang pecah. Gagal beberapa kali. Namun akhirnya bagian elektronika Casio berhasil membuat mesin yang kuat, dan pada 1983 G-Shock diluncurkan ke pasar Amerika Serikat.
JT: Untuk saat ini, sampai di mana peran Ibe San dalam pengembangan G-Shock?
KI: Sekarang saya hanya terlibat untuk major change, yaitu G-Shock yang baru sama sekali dan memiliki gebrakan. Kalau sekadar minor change dari produk yang sudah ada, saya rasa yang muda-muda lebih mutakhir daripada saya.
JT: Apa pesan bagi para penggemar G-Shock?
KI: Seperti yang selalu saya katakan kepada diri saya sendiri, yaitu; ‘Never Never Never, Give Up!‘
(AP)