Orang-orang terkejut. Mereka baru saja mendengar ada benda yang terjatuh, dan semakin terhenyak ketika menyadari bahwa yang baru saja terjatuh itu sebuah jam. Tetapi kejutan tidak berhenti sampai di situ, jam yang terjatuh itu ternyata tetap berfungsi seperti biasa. Diketahui bahwa yang menjatuhkan jam tersebut adalah Abraham-Louis Breguet, seorang pembuat jam yang menunjukkan inovasinya: pare-chute, suatu mekanisme yang membuat jam lebih tahan guncangan.
Cerita tadi merupakan suatu legenda, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Breguet-lah salah satu pelopor shock-resistant watch, jam yang mampu tahan guncangan. Jam terdiri dari berbagai komponen kecil yang rentan terhadap guncangan, terutama balance wheel yang berperan dalam akurasi jam. Karena itulah guncangan misalnya akibat terjatuh menjadi salah satu musuh utama jam. Secara garis besar prinsip mekanisme shock-resistant pada jam adalah menjaga agar poros yang menyangga balance wheel tidak rusak akibat guncangan. Poros ini terdiri atas jewel dan balance staff. Dengan memberikan dudukan pegas di sekitar jewel tadi, maka poros tersebut lebih mampu menahan guncangan.
Bisa dikatakan saat ini hampir semua jam tangan dalam batas tertentu tahan guncangan, namun untuk bisa secara resmi dikatakan “shock resistant” perlu mengikuti kriteria yang ditetapkan dalam ISO 1413 sebagai standar. Beberapa jenis jam tangan seperti dive watch mewajibkan adanya kemampuan shock resistance yang sesuai standar tersebut. Salah satu mekanisme shock resistance yang paling terkenal dan paling sering dipakai ialah Incabloc yang merupakan turunan dari pare-chute, dipatenkan oleh Hans Marti tahun 1933. Namun, merek-merek lain juga mengembangkan mekanisme shock resistance masing-masing, misalnya Diashock dari Seiko, Parashoc dari Citizen, Kif yang juga banyak dipakai berbagai jenis jam tangan, dan sebagainya. Satu contoh pendekatan yang cukup berbeda dan menarik adalah jam tangan Wyler dengan balance wheel Incaflex-nya. Balance wheel Incaflex yang terpasang bersama dengan Incabloc dirancang sehingga lebih tahan guncangan baik horizontal maupun vertikal. Pengujiannya pun tidak tanggung-tanggung, tahun 1956 dua jam tangan Wyler Incaflex ditaruh dalam satu wadah dan dijatuhkan dari menara Eiffel dengan ketinggian 300 meter. Kedua jam tangan tersebut tetap berfungsi.
Lalu kita ingat satu line up jam tangan yang identik dengan kemampuannya menahan guncangan: G-Shock. Mengingat format G-Shock yang digital dan quartz, tentu Casio mengambil pendekatan yang berbeda dengan jam mekanik. Selain pada dasarnya movement quartz lebih tahan guncangan, G-Shock sendiri pada dasarnya dirancang untuk sulit dihancurkan, sehingga dari bagian terluar pun didesain untuk menahan benturan yang keras. Di sisi dalamnya dibiarkan berongga dengan bantalan di beberapa titik tertentu, sehingga modul di dalamnya utuh walau jam tangan menerima benturan yang sangat keras seperti dijatuhkan dari ketinggian 10 meter. Desain ini konon terinspirasi saat Kikuo Ibe, pencipta G-Shock melihat bola yang memantul di taman. Ia berkesimpulan bahwa bagian dalam bola menerima guncangan lebih kecil daripada bagian luarnya. Pemikiran itulah yang mendasari desain G-Shock sampai sekarang.
Dengan adanya kemampuan untuk menahan dan menyerap guncangan, kita tentu tidak perlu khawatir dalam mengenakan jam tangan. Tetap perlu diingat bahwa kemampuan tersebut ada batasnya. Dalam pemakaian normal, jam tangan pada umumnya dapat tahan guncangan yang diakibatkan oleh aktivitas sehari-hari. Namun, bagi mereka dengan kegiatan yang lebih demanding, jam tangan shock resistant dapat menjadi andalan dalam aktivitasnya.
DJO/www.jamtangan.com